Wayang kulit
merupakan salah satu dari sekian banyak budaya bangsa Indonesia yang telah ada
sejak dahulu kala. Hingga saat ini wayang kulit sesungguhnya merupakan budaya
yang memiliki nilai seni tinggi dan nilai-nilainya mampu merasuk kedalam jiwa
penontonnya.
Disamping itu
wayang juga memiliki kerumitan yang cukup tinggi sehingga memerlukan
orang-orang cakap untuk bisa memainkannya khususnya sang Dalang. Hal ini
menjadikan wayang kulit sebagai salah satu seni yang berkelas di Indonesia,
sehingga tidak setiap saat dan tidak setiap orang mampu mengelar wayang kulit
yang berkualitas.
Melalui pemeranan
tokoh dalam wayang tersebut, sang Dalang yang piawai akan menyusupkan
pesan-pesan moral maupun spritual yang luhur. Demikian diungkapakan Kapendam
IV/Dip Kolonel Arh Zaenudin, SH, M.Hum di sela-sela acara Pagelaran Wayang
Kulit di RRI Semarang, Jumat (12/4/2019)
Dahulu wayang
juga digunakan para Wali untuk melakukan Syiar di berbagai wilayah Indonesia
khususnya ditanah Jawa. Inilah yang membuat wayang kulit begitu merakyat di
tanah Jawa dan terbukti mampu membawa perubahan yang luar biasa pada kehidupan
sosial kemasyarakatan. Tak hanya itu, melalui seni wayang mampu dengan mudah
mengumpulkan masyarakat untuk berkumpul dan bersilaturahmi dalam kebhinekaan.
Wayang
kulit terbukti mampu menjadi senjata pemersatu dan perubahan sosial masyarakat,
Ungkap Kolonel yang juga memiliki hoby wayang tersebut.
“Sangat
disayangkan, kalau wayang kulit sudah mulai agak asing dalam kehidupan
anak-anak jaman sekarang. Tidak setiap saat kita bisa saksikan pagelaran wayang
kulit baik secara langsung maupun melalui media. Seni yang begitu bernilai dan
merakyat ini seolah hampir tenggelam karena tertimpa budaya-budaya asing yang
begitu masif menyerang generasi muda saat ini.
Berapa banyak
group wayang kulit di Indonesia atau berapa banyak dalang progesional yang kita
punya”, ungkap Zaenudin. Diperlukan upaya keras berupa terobosan-terobosan
untuk mendongkrak keembali wayang kulit dalam kehiduoan masyarakat.
Di lingkungan
kerja prajurit, Khusus terkait budaya, Kodam IV/Dip telah berkomitmen untuk
turut serta melestarikan budaya bangsa khususnya yang ada di Jateng-Diy. Salah
satu yang hingga saat ini terus dipelihara adalah seni Karawitan/Gamelan dimana
menjadi bagian penting dari Wayang Kulit. Hal yang juga tidak kalah menarik
adalah terdapat prajurit/perwira yang juga memiliki kemampuan mendalang, salah
satunya adalah Letda Arm Sugiharto, Danton Yon Armed 3/105 Tarik.
Sebagai prajurit
TNI AD, Sugiharto tidak meluluhkan kecintaan dan kemauannya untuk melestarikan
budaya bangsa sebagai dalang wayang kulit, sehingga dalam kesehariannya
dijuluki Ki Mantep.
Komandan Batalyon
Armed 3/105 Tarik Letkol Arm Irwansah, S.A.P dalam rilis tertulisnya di
Magelang, Kamis (11/4/2019), mengungkapkan “Letnan Sugiharto, memang piawai
dalam memainkan wayang kulit, sehingga dalam acara peringatan Hari Jadi Kota
Magelang ke-1113, yang bersangkutan tampil di kawasan situs bersejarah Kota
Magelang, Mantyasih, sejak Rabu malam (10/4/2019) sampai Kamis pagi
(11/4/2019),”.
“Lakon yang
dimainkan, Letnan Sugiharto, atau kita panggil Ki Mantep yaitu cerita Setyaki
Krida,”imbuhnya.
Menurut lulusan
Akmil tahun 2001 ini, pertunjukan yang ditampilkan oleh Sugiharto mungkin hal
yang baru dan sangat jarang ada.
“Tidak hanya
menunjukkan keterampilan dalam hal mendalang, tapi juga menunjukkan bahwa
prajurit TNI AD peduli terhadap warisan budaya bangsa yang harus kita jaga,
pelihara dan lestarikan,”tegas Perwira kelahiran Malang ini.
Lebih lanjut
Irwansah mengungkapkan bahwa sesungguhnya dunia pewayangan bagi Sugiharto
bukanlah hal yang baru, karenaKakeknya seniman dan ayahnya pemain wayang orang.
Terpisah, Dalang
Letda Sugiharto menceritakan “Sejak kecil saya tidak pernah absen menonton
wayang, meskipun harus begadang sampai malam, kemudian muncul keinginan untuk
mempelajari wayang,” ucapnya.
“Kemudian saya
belajar kepada seorang dalang asal Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang beberapa
kali berlatih, ternyata dinilai berbakat menjadi dalang. Saya pun makin
semangat belajar wayang, meskipun dengan otodidak di sela-sela aktivitas
sebagai anggota TNI AD,”tambahnya.
Sugiharto
menyampaikan, pada pementasan cerita Setyaki Krida, dirinya ingin menyampaikan
pesan dan menanamkan nilai-nilai keprajuritan yang dimiliki Kusir dari Prabu
Kresna itu.
“Tokoh Setyaki
jarang dijadikan tokoh utama, namun dengan karakter yang dimilikinya maka
diangkat sebagai tokoh utama ceritera ini,”ujar Sugiharto
Lebih lanjut
Sugiharto menceritakan tentang perjalana Setyaki yang dimasa mudanya gemar olah
keprajuritan dan bertapa, yang menjadikan dirinya sangat sakti.
“Ketika perang
Bharatayudha, Setyaki sangat setia menjadi kusir kerata Prabu Kresna ke medan
perang membantu para Pandawa. Ia meninggal dunia setelah Perang Bharatayudha
dengan kemenangan para Pandawa akibat perang Gada sesama Wangsa Yadawa, Wresni
dan Andaka,”tuturnya.
“Falsafah yang
bisa diambil dari tokoh Setyaki adalah seorang punggawa yang jujur, cerdas,
bertanggungjawab, kuat hati, tidak mengenal menyerah, pengabdian sangat total,
seorang religius, mencintai rakyat dan sangat setia kepada pimpinan,”imbuhnya
Pada saat adegan
‘Limbukan’ atau adegan setelah adegan pertama (jejer sepisan) yang biasanaya
adegan inter mezo untuk mengendurkan urat syaraf penonton, Sugiharto
menampilkan tokoh punakawan , yaitu Petruk dan Bagong.
” Karena
menjelang pemilu, maka kita angkat tema sinergitas antara pemerintah dengan TNI
dan Polri di dalam mensukseskan Pemilu 2019,”tandasnya.
“Untuk bisa menjadi dalang, bukan hanya talenta yang diperlukan.
Hobby yang diikuti dengan kesempatan menyaksikannya serta mempraktekkannya
turut menggembleng kepiawaian seorang dalang.
Memang kelengkapan wayang
tidaklah murah, sehingga perlu langkah untuk memberikan kesempatan kepada
setiap anak bangsa yang ingin mencobanya. Rumongso melu Handarbeni, Wajib melu
Hangrungkepi dan Mulat Sariro Hangrosowani (merasa ikut memiliki, wajib ikut
menjada dan keberanian mawas diri) adalah salah satu pesan pahlawan kita
Pangeran Samber Nyowo yang perlu kita aplikasikan untuk melstarikan budaya
bangsa”, pungkas Kolonel Arh Zaenudin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar